Beranda | Artikel
Mengingatkan Kesalahan Imam Shalat Yang Kebingungan (2)
Sabtu, 23 Mei 2015

Ucapan (Manusia) di Luar Bacaan Shalat adalah Salah Satu Pembatal Shalat

Permasalahan berikutnya adalah, jika makmum mengingatkan imam dengan ucapan (kalimat) semisal, “Sujudnya kurang” atau kalimat sejenisnya, apakah shalat makmum menjadi batal? Permasalahan ini pernah ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah.

وسئل فضيلة الشيخ: إذا كان الكلام في مصلحة الصلاة، مثل نسي الإمام قراءة الفاتحة، فنقول له اقرأ الفاتحة، وإذا نسي الركوع وسجد وقيل له سبحان الله فلم يفهم خطأه، فنقول له لم تركع… فهل ذلك يبطل الصلاة؟

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Jika kita mengucapkan suatu kalimat dalam rangka ada kebutuhan di dalam shalat, misalnya ketika imam lupa membaca Al-Fatihah, lalu kita mengucapkan kepadanya,”Bacalah Al-Fatihah.” Atau ketika lupa melakukan ruku’ dan sujud, dan dikatakan kepadanya, “Subhaanallah”, namun dia tidak bisa memahami kesalahannya, maka dikatakan kepada imam, “Engkau belum ruku’”, maka apakah ucapan semacam itu membatalkan shalat?

فأجاب فضيلته بقوله: نعم الكلام يبطل الصلاة، وأعني بالكلام كلام الآدميين والدليل على ذلك قصة معاوية بن الحاكم – رضي الله عنه – حين جاء والنبي صلى الله عليه وسلم يصلي بأصحابه فعطس رجل من القوم فقال: الحمد لله – قاله العاطس – فقال معاوية يرحكم الله، فرماه الناس بأبصارهم، فقال: واثكل أمياه – قاله معاوية – فجعلوا يضربون على أفخاذهم يسكتونه، فسكت، فلما قضى صلاته دعاه النبي صلى الله عليه وسلم، قال معاوية: فبأبي هو وأمي، ما رأيت معلماً أحسن تعليماً منه – صلوات الله وتسليمه عليه – والله ما كهرني، ولا نهرني وإنما قال: “إن هذه الصلا ة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القرآن”،

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjawab,

Benar bahwa ucapan (berkata-kata) bisa membatalkan shalat, yaitu perkataan (ucapan) manusia. Dalil masalah ini adalah kisah Mu’awiyah bin Hakam radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau datang (untuk shalat jamaah, pen.) dan Nabi sedang melaksanakan shalat dengan para sahabatnya. Maka salah seorang makmum bersin dan orang tersebut mengucapkan “alhamdulillah”. Maka Muawiyah mengatakan,”Yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu).” Maka orang-orang pun memandang dengan tajam ke arah Muawiyah. Muawiyah pun berkata, “Duhai ibuku yang kehilangan aku.” Para sahabat pun kemudian memukulkan tangannya ke pahanya, dengan maksud agar Muawiyah diam. Muawiyah pun terdiam.

Ketika shalat telah selesai, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Muawiyah. Muawiyah berkata, Sungguh saya belum pernah melihat seorang pengajar yang cara mengajarnya lebih baik dari beliau. Demi Allah, beliau tidak membenciku, dan tidak pula mencelaku. Beliau hanya mengatakan kepadaku, “Sesungguhnya shalat ini tidak pantas di dalamnya terdapat sesuatu pun berupa percakapan manusia. Sesungguhnya shalat itu isinya adalah tasbih, takbir, dan bacaan Al Quran.

الشاهد قوله صلى الله عليه وسلم: “إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس” وهذا عام، فشيء نكرة في سياق النفي يفيد العموم سواء لمصلحة الصلاة لغير مصلحة الصلاة، وعلى هذا فلا يجوز لنا أن ننبه الإمام بشيء من الكلام، فإذا سجد قلنا سبحان الله في غير موضع السجود وقام وقلنا سبحان الله؛ لأنه ليس موضع القيام فلا نقول له اجلس لأنك إن قلت اجلس فإنك تكون قد كلمت الآدمي فتبطل صلاتك.

Sisi pendalilan adalah perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya shalat ini tidak pantas di dalamnya terdapat sesuatu pun berupa percakapan manusia.Kalimat ini bersifat umum. Kata “sesuatu” adalah isim nakirah (kata benda indefinitif) dalam konteks peniadaan (nafi), sehingga menunjukkan makna umum, (mencakup) baik perkataan (ucapan) yang dibutuhkan dalam shalat (seperti mengingatkan imam, pen.) atau pun yang tidak dibutuhkan dalam shalat. Berdasarkan hal ini, maka tidak boleh bagi kita untuk mengingatkan dengan ucapan sedikit pun (selain ucapan subhaanallah, pen.). Jika imam sujud, katakanlah subhanallah, jika memang belum waktunya sujud. Jika imam berdiri, katakanlah subhanallah, jika memang belum waktunya berdiri. Jangan katakan, “Duduklah”, karena jika Engkau mengatakan, “Duduklah”, maka Engkau telah berkata-kata dengan ucapan manusia yang membatalkan shalatmu.

فإذا تكلم أحد الناس جاهلاً فلا عليه إعادة، ولهذا لم يأمر النبي صلى الله عليه وسلم معاوية بالإعادة مع أنه تكلم مرتين، مرة قال للعاطس (يرحمك الله) ومرة قال: (واثكل أمياه) ولم يأمره بالإعادة، لكن لو أن الإمام في صلاة جهرية نسي أن يجهر فقلنا له سبحان الله فلم يفهم، فكيف ننبهه؟

الجواب: نقرأ جهراً يرفع أحد المصلين صوته بقراءة الفاتحة فينتبه الإمام

Jika seseorang berkata-kata karena tidak tahu, maka tidak perlu mengulang shalatnya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan Muawiyah untuk mengulang shalatnya, padahal Muawiyah berkata-kata sebanyak dua kali. Sekali ketika berkata kepada orang yang bersin, “Semoga Allah merahmatimu”; dan sekali berkata, “Duhai ibuku yang kehilangan aku.”; dan Nabi tidak memerintahkan Muawiyah untuk mengulang shalatnya. Akan tetapi, jika dalam shalat yang bacaannya dikeraskan, imam lupa untuk tidak mengeraskan bacaannya, dan kita katakan kepadanya, “Subhanallah”, namun imam tidak paham, maka bagaimana cara mengingatkannya? Jawabannya, salah seorang makmum membaca surat Al-Fatihah dengan keras untuk mengingatkan imam.” [Selesai fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah] [1]

Lalu Bagaimana Solusi jika Imam Tidak Mengetahui Letak Kesalahannya?

Dalam fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah di atas, terdapat solusi jika imam lupa mengeraskan bacaan Al Fatihah, yaitu salah satu makmum mengeraskan bacaan Al-Fatihah. Dalam kasus pertama (yang kami paparkan di bagian pertama tulisan ini), yaitu jika imam hanya sujud satu kali, dan diingatkan oleh makmum, namun tidak paham, maka bagaimanakah solusinya?

Terdapat penjelasan menarik yang disampaikan oleh Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al-Jibrin rahimahullah dalam fatwanya berikut ini.

هل يجوز التكلم لتنبيه الإمام ، مثل قول : قم ، أو اجلس بعد عدم فهمه لقولنا : سبحان الله؟

Pertanyaan: Bolehkah berkata-kata untuk mengingatkan imam, misalnya dengan mengatakan, Berdirilahatau Duduklahsetelah imam tidak memahami ucapan kita, Subhaanallah”?

يقولون : إذا احتيج إلى الكلام في مصلحة الصلاة مع كون الإمام لم يفهم المطلوب ، فيمكن أن يختار كلمة من القرآن إذا كان يستحضر ، فمثلا : إذا أراد منه أن يقوم قرأ عليه : { وقوموا لله قانتين } [ البقرة : 238 ] يعني : أمر بالقيام ، وإذا أراد له أن يجلس أو أن يقعد جاء بمثل قوله تعالى : { وقيل اقعدوا مع القاعدين } [ التوبة : 46 ] أو نحو ذلك .
وكذلك إذا أراد منه الركوع قرأ عليه : { اركعوا مع الراكعين } [ البقرة : 43 ] أو أراد منه السلام ، قرأ عليه : { وسلموا تسليما } [ الأحزاب : 56 ] وما أشبه ذلك فإذا لم يستحضر ذلك ، وقال له : اسجد بدون كلمة ( ( واقترب ) ) أو قال له : اجلس ، عفي عن ذلك ؛ لأنه من مصلحة الصلاة .

Jawaban Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al-Jibrin rahimahullah:

Jika memang dibutuhkan untuk berkata-kata dalam rangka ada kebutuhan dalam shalat, ketika imam tidak memahami maksud kita, maka mungkin bisa memilih kalimat dari Al Qur’an jika kita menghafalnya. Misalnya, jika kita menghendaki imam untuk berdiri, kita baca firman Allah Ta’ala,

وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 238).

Maksudnya, kita memerintahkan (imam) untuk berdiri. Jika kita menghendaki imam agar duduk, kita bisa membaca semisal firman Allah Ta’ala,

وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ

Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS. At-Taubah [9]: 46) atau ayat-ayat semisal itu.

Demikian pula, jika kita menghendaki agar imam ruku’, maka kita baca firman Allah Ta’ala,

وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan ruku’-lah bersama-sama dengan orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 43).

Jika kita menghendaki agar imam salam, kita baca firman Allah Ta’ala,

وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 56); atau ayat-ayat semisal itu.

Jika tidak ada yang hafal, lalu berkata, “Sujudlah” tanpa kalimat (yang artinya), “dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)” [2]; atau berkata kepada imam, “Duduklah”, maka hal ini dimaafkan (tidak masalah), karena termasuk kebutuhan dalam shalat.” [Selesai fatwa Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah] [3, 4]

Semoga penjelasan ini bermanfaat untuk kaum muslimin. [Selesai]

***

Selesai disusun menjelang maghrib, Sint-Jobskade Rotterdam NL, 22 Rajab 1436

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Majmu’ Fataawa wa Maqaalat Syaikh Al-‘Utsaimin, 14/25-26 (Maktabah Asy-Syamilah).

[2] Yaitu firman Allah Ta’ala dalam surat Al-‘Alaq [96] ayat 19.

[3] Demikianlah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah. Namun, wallahu Ta’ala a’lam, pendapat yang lebih tepat adalah bahwa ucapan (manusia) seperti ini tidak diperbolehkan berdasarkan makna umum yang tercakup hadits Muawiyah bin Hakam radhiyallahu ‘anhu.

[4] Diterjemahkan dari: http://www.madinahnet.com/books39/353شرحعمدةالأحكاملابنجبرينصفحة

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Dalil Tentang Surga, Pokok Pokok Agama Islam, Hasbunallah Wanikmal Wakil Surat Apa, Hukum Mewarnai Rambut Warna Hitam, Biografi Syaikh Bin Baz


Artikel asli: https://muslim.or.id/25611-mengingatkan-kesalahan-imam-shalat-yang-kebingungan-2.html